Selain terkenal dengan pesona keindahan pantainya, Indonesia
juga merupakan surga bagi para peselancar. Salah satu tempat favorit di
Indonesia bagi para peselancar dunia adalah kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Kepulauan
Mentawai adalah bagian dari Provinsi Sumatera Barat dimana sejak tahun 1999
ditetapkan menjadi sebuah kabupaten. Posisi Kepulauan Mentawai yang ada di
tengah Samudera Hindia membuatnya dikelilingi alam laut yang mengagumkan dan
sempurna untuk wisata bahari. Mentawai telah tersohor menjadi salah satu tujuan
wisata berpetualang, wisata budaya, dan wisata bahari terutama surfing yang
diminati peselancar dalam dan luar negeri.
Kepulauan Mentawai sendiri merupakan rangkaian pulau
non-vulkanik dimana gugusan kepulauannya merupakan puncak dari suatu punggung
pegunungan bawah laut. Ada empat pulau
yang membentuk Kepulauan Mentawai yaitu
Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan. Lokasi
pulau-pulau tersebut berada di lepas pantai Provinsi Sumatera Barat yang
memanjang dan dikelilingi Samudera Hindia.
Pulau Siberut adalah pulau terbesar di kepulauan ini dan
satu-satunya yang memiliki pelayaran regular dengan Kota Padang di Sumatera
Barat. Pusat pemerintahan kabupatennya sendiri berada di Tuapejat, yaitu
sebelah utara Pulau Sipora.
Surfing atau selancar telah menjadi ikon wisata Kepulauan
Mentawai, bahkan tidak jarang digelar kompetisi surfing bertaraf internasional
di sini. Sedikitnya tersebar 400 titik
surfing di Kepulauan Mentawai. Ombaknya beraggam dan menantang, bahkan beberapa
gulungan ombaknya termasuk dalam kategori extreme yang dicari peselancar dari
berbagai penjuru dunia.
Bagi Anda yang gemar berselancar maka Kepulauan Mentawai adalah tempat sempurna untuk menantang adrenalin. Di kepulauan ini terdapat beberapa titik selancar dengan ombaknya yang besar dan tinggi, seperti di Desa Bosua yang memilki gulungan ombak mencapai 3 meter. Anda dapat menempuhnya sekira 4 jam dengan speedboat dari Kabupaten Tuapejat. Meskipun pantainya berkarang namun gulungan ombaknya sempurna dan telah terkenal di kalangan peselancar dunia.
Pilihan lokasi lain untuk berselancar adalah Pulau Nyang Nyang di Desa Katurei. Peselancar dari berbagai negara menyebut ombak di sini merupakan yang tertinggi di dunia, yaitu mencapai 4 meter. Pulau Karamajat masih di Desa Katurei juga memiliki ombak panjang dan tinggi yaitu mencapai 2 hingga 4 meter. Di desa ini juga tersedia penginapan terapung. Ombak di Pulau Koroniki, Awera, Teluk Sibigeu, Teluk Sinakak juga patut untuk dijajal.
Apabila Anda lebih memilih tempat yang ombaknya tidak terlalu besar maka bisa mengunjungi Pulau Siruso. Pulau ini cocok untuk rekreasi keluarga dengan pasir putih dan air laut jernih. Anda sekeluarga juga bisa berenang dan bermain pasir di tepi pantainya.
Pantai Bulasat bisa menjadi alternatif lain, selain memiliki pasir putih, juga sangat ramai dikunjungi wisatawan terutama hari libur keagamaan. Untuk menuju pantai ini, Anda bisa menggunakan kendaraan bermotor dan dimanjakan pemandangan alam hijau indah atau di pinggir jalan bisa berhenti untuk membeli durian dan kelapa muda.
Kepulauan Mentawai juga menawarkan atraksi trekking menempuh
pedalaman hutan tropis yang masih asli, menikmati gaya hidup masyarakat adat
yang tinggal damai di dalamnya. Mentawai adalah sebuah daerah yang belum
terjamah banyak oleh tangan manusia dan infrastruktur modern.
Saat Anda mengunjungi Mentawai maka akan disuguhi nuansa
peradaban kuno zaman neolitikum dimana suku-suku di kepulauan ini tidak
mengenal pengerjaan logam dan bercocok tanam, bahkan tidak juga teknik menenun
kain. Jadi, Anda akan melihat perbedaan kebudayaan dengan masyarakat
Minangkabau di bagian darat Sumatera Barat.
Mayoritas penghuni kepulauan ini adalah suku Mentawai yang
berasal dari Pulau Siberut dengan jumlah sekira 30.000 jiwa. Setiap keluarga di
Kepulauan Mentawai terdiri dari 5-15 orang yang tinggal di dalam desa maupun di
ladang dekat hutan yang mereka garap. Rumah tradisional khas Mentawai sendiri
dikenal dengan sebutan uma.
Kepulauan Mentawai sudah ada sejak lima ratus ribu tahun
yang lalu namun tidak terdapat petunjuk atau bukti kapan orang pertama tiba di
kepulauan ini. Sebagian besar penduduknya kini masih menganut kepercayaan
animisme dan sisanya penganut Kristen dan Islam. Awalnya penduduk setempat
meyakini paham Sabulungan yaitu paham yang mempercayai segala sesuatu mulai
dari manusia sampai kera, batu dan cuaca yang mempunyai roh yang terpisah dan
berkeliaran semaunya. Upacara tradisional oleh Sikerei atau Shaman biasanya
dipentaskan selama pesta pernikahan dan saat memasuki rumah baru dengan tujuan
untuk mengusir roh-roh jahat.
Suku Mentawai yang menjadi penghuni asli kepulauan yang
indah ini. Apabila diamati ada kemiripan dengan suku Nias atau suku Enggano
dengan budaya Proto-Melayu. Suku tersebut dikenal sebagai peramu dan ketika
pertama kali dipelajari antropolog mereka belum mengenal cara bercocok tanam.
Suku Mentawai memiliki tradisi khas bertato di sekujur tubuh
dimana terkait peran dan status sosial penggunanya. Tato tersebut terbuat dari
tebu dan pewarna arang kelapa yang dilukiskan dengan menggunakan paku dan jarum
serta dua buah kayu sebagai bantalan dan palu. Proses tato tradisional Mentawai
dikenal sangat menyakitkan.
Kepulauan Mentawai menjadi salah satu tujuan wisata
petualangan, budaya dan bahari. Di kepulauan ini juga tedapat beberapa desa
budaya yang sangat menarik untuk dikunjungi, seperti Desa Madobak, Desa Ugai,
dan Desa Matotonan. Untuk mencapai tiga desa ini maka Anda perlu melalui jalur
sungai dan jalan setapak dengan rute Muara Siberut-Rokdok-Madobak-Ugai-Matotonan
dengan jarak tempuh sekitar 5-6 jam.
Kunjungi Desa Madobak dimana di sini terkenal dengan air
terjun Kulu Kubuk dengan dua tingkatan setinggi 70 meter. Selain mengunjungi
air terjun Kulu Kubuk di Desa Madobak atau area
perbatasan Taman Nasional Siberut di Desa Matotonan, Anda dapat
berinteraksi dengan kehidupan keseharian masyarakat lokal dan berpartisipasi
dalam upacara tradisional mereka.
Anda juga bisa berkunjung ke Danau Rua Oinan yang terletak
di tengah hutan di Dusun Saumanganyak. Danau ini berbentuk muara dikelilingi
pohon besar.
Untuk akomodasi anda dapat menyewah resort atau penginapan dan untuk yang ingin menghemat pengeluaran anda bisa tinggal di rumah penduduk setempat tetapi jangan khawatir karena penduduk di Desa Madobak, Ugai, dan Matotonan sangat bersahabat dan ramah, mereka terbiasa dengan wisatawan. Anda yang berkunjung untuk berselancar, tersedia homestay sederhana di beberapa desa tertentu, seperti: Pantai Nyangnyang, Pantai Karang Bajat, Pantai Karonik, dan Pantai Pananggelat Mainut di Kecamatan Siberut Selatan. Pantai Katiet Bosua di Kecamatan Sipora, dan Pantai Selatan. Ada juga Pantai Barat di Kecamatan Pagai Utara.
Saat Anda berkunjung ke desa-desa tradisional di Kepulauan Mentawai maka Anda bisa membeli dan memesan kalung, wadah dan tas yang terbuat dari batang sagu atau kerajinan yang lainya. Kerajinan seperti panah, peralatan tradisional khas Mentawai, dan juga pengolahan makanan khas Mentawai menjadi salah satu produk yang digemari pengunjung. Anda juga bisa memesan sagu sebagai suvenir.
untuk menuju Kepulauan Mentawai masih mengandalkan kapal motor yang hanya sanggup beroperasi dua kali dalam seminggu, yaitu Minggu malam (Kapal Sumber Rezeki Baru) dan Kamis malam (Kapal Simasin). Perjalanan sekira satu hari, berarti kapal kembali ke Padang pada Selasa dan Jumat malam. Tersedia kapal tambahan yang beroperasi pada Minggu pertama dan kedua setiap bulan. Kapal Ambu-Ambu berangkat pada Sabtu malam dari Muara Padang dan kembali dari Siberut ke Padang pada Minggu malam.
Apabila Anda memutuskan untuk berangkat dari Bandara Internasional Minangkabau maka dapat menyewa pesawat kecil seperti Tiger Air atau SMAC ke Tuapejat di Pulau Sipora. Setelah itu, Anda bisa menyewa kapal untuk perjalanan sekitar 3 sampai 4 jam ke Muara Siberut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar